Friday 23 October 2015

SOSIALISASI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Telah menjadi bagian dari studi sosiologi pendidikan bahwa sosialisasi merupakan salah satu topik kajian yang dipelajari secara serius. Mengingat arti sosialisasi itu sendiri merupakan proses alamiah yang membimbing individu untuk mempelajari, memahami dan mempraktikkan nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, sosialisasi memiliki urgensi yang begitu kuat terhadap keberlangsungan pendidikan bagi individu sebagai anggota masyarakat. Proses sosialisasilah yang membuat seseorang menjadi tahu bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Proses sosialisasi membawa seseorang dari keadaan belum tersosialisasi menjadi masyarakat dan beradab. Melalui sosialisasi, seseorang secara berangsur-angsur mengenal persyaratan-persyaratan dan tuntutan-tuntutan hidup di lingkungan budayanya. Oleh karena pentingnya pembahasan sosialisasi, maka secara khusus para ahli memfokuskan perhatian studinya guna mengungkap arti sosialisasi sesuai dengan titik tolak dan sudut pandang yang berbeda-beda.

1.2 Rumusan Masalah
  1. Definisi sosialisasi
  2. Jenis sosialisasi
  3. Proses sosialisasi
  4. Faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi
  5. Tujuan sosialisasi
  6. Syarat sosialisasi
  7. Kesulitan sosialisasi
  8. Media Sosialisasi 
1.3  Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Antropologi Pendidikan SD. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah:
  1. Menjelaskan apa itu sosialisasi
  2. Menjelaskan jenis-jenis sosialisasi
  3. Menjelaskan proses sosialisasi
  4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi
  5. Menjelaskan tujuan sosialisasi
  6. Menjelaskan syarat sosialisasi
  7. Menjelaskan kesulitan sosialisasi
  8. Menjelaskan media sosialisasi
1.4  Metode Penulisan
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu penulis mencari buku-buku yang berhubungan dengan Sosialisasi serta mencari beberapa sumber referensi dari internet.
1.5  Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :
Bagian pertama adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memaparkan beberapa pokok permasalahan awal yang  berhubungan erat dengan permasalahan utama. Pada bagian pendahuluan ini dipaparkan tentang latar belakang masalah bahasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.
Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyususn berusaha untuk mendeskripsikan berbagai temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber/bahan.
Bagian ketiga yaitu kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sosialisasi
Sosialisasi adalah soal belajar. Dalam proses sosialisasi individu belajar tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga ketrampilan-ketrampilan sosial seperti berbahasa, bergaul, berpakaian, cara makan, dsb.
Segala sesuatu yang dipelajari individu harus dipelajari oleh anggota masyarakat lainnya, secara sadar apa yang diajarkan oleh orang tua, saudara-saudara, anggota keluarga lainnya dan di sekolah kebanyakan oleh guru. Dengan tak sadar ia belajar dengan mendapatkan informasi secara langsung dari berbagai situasi sambil mengamati kelakuan orang lain, membaca buku, menonton TV, mendengarkan percakapan orang atau menyerap kebiasaan-kebiasaan dalam lingkungannya. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi individu dengan lingkungan.
a.      Charlotte Buhler
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya.
b.      Peter Berger
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
c.       Prof. Dr. Nasution. SH
Sosialisasi adalah proses membimbing individu ke dalam dunia sosial.
d.      Soerjono Soekanto
Sosialisasi adalah proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru. 
 

Dari beberapa pengertian menurut para ahli maka dapat kami simpulkan bahwa Sosialisasi diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma sosial yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya. 

2.2 Jenis Sosialisasi

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat).

a.      Sosialisasi Primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
b.      Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat.
Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang banyak dijumpai dalam masyarakat adalah Proses Resosialisasi yang didahului dengan proses desosialisasi. Dalam proses desosialisasi seorang mengalami ”pencabutan” diri yang dimilikinya, sedangkan dalam proses resosialisasi seorang diberi ”diri” yang baru.
Rumah tahanan merupakan salah satu contoh dimana seseorang mengalami proses desosialisasi. Seorang yang berubah status dari orang bebas, kemudian tahanan dan akhirnya jadi narapidana. Ia harus menanggalkan busana bebas dan menggantinya dengan seragam tahanan, berbagai kebebasan yang semula dinikmatinya dicabut, namanya tidak digunakan tetapi diganti dengan nomor tahanan. Setelah menjalani proses yang cenderung membawa dampak terhadap citra diri dan harga diri, ia kemudian menjalani resosialisasi, dididik menerima aturan dan nilai baru untuk mempunyai diri yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Proses serupa bisa terjadi di Rumah Sakit Jiwa. 
2.3 Proses Sosialisasi
Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Pola kelakuan yang diharapkan dari seseorang terus menerus disampaikan dalam segala situasi dimana ia terlibat. Kelakuan yang tak sesuai dikesampingkan karena menimbulkan konflik dengan lingkungan sedangkan kelakuan yang sesuai dengan norma yang diharapkan, dimantapkan.
Dalam interaksi seseorang dengan lingkungan ia lambat laun mendapat kesadaran akan dirinya sebagai pribadi. Ia belajar untuk memandang dirinya sebagai objek seperti orang lain memandang dirinya.  Ia dapat membayangkan kelakuan yang diharapkan orang lain daripadanya. Ia dapat mengatur kelakuannya seperti yang diharapkan orang daripadanya. Ia misalnya dapat merasakan perbuatan yang salah dan keharusan untuk meminta maaf. Dengan menyadari dirinya sebagai pribadi ia dapat mencari tempatnya dalam struktur sosial, dapat mengharapkan konsekuensi positif apabila berkelakuan menurut norma-norma atau akibat negatif atas aturan yang melanggar aturan.
Demikian akhirnya ia lebih mengenal dirinya dalam lingkungan sosialnya, dapat menyesuaikan kelakuannya dengan harapan masyarakat dan menjadi anggota masyarakat melalui proses sosialisasi yang dilaluinya.
Berikut tahap-tahap sosialisasi menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang mana diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other).
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.  
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya, secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sosialisasi
Ada dua faktor yang secara garis besar dapat mempengaruhi proses sosialisasi, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.
a.      Faktor Intrinsik
Sejak lahir manusia sesungguhnya telah memiliki pembawaan-pembawaan yang berupa bakat, ciri-ciri fisik, dan kemampuan-kemampuan khusus warisan orang tuanya. Hal itu disebut sebagai faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang melakukan sosialisasi. Faktor ini akan menjadi bekal seseorang untuk melaksanakan beragam aktivitas dalam sosialisasi. Hasilnya akan sangat berpengaruh terutama dalam perolehan keterampilan, pengetahuan, dan nilai-nilai dalam sosialisasi itu sendiri.
b.      Faktor Ekstrinsik
Sejak manusia dilahirkan dia telah mendapat pengaruh dari lingkungan di sekitarnya yang disebut sebagai faktor ekstrinsik. Faktor ini dapat berupa nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, norma-norma, sistem sosial, sistem budaya, dan sistem mata pencaharian hidup yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat menjadi pedoman bagi seseorang untuk melakukan berbagai aktivitas agar sikap dan perilakunya sesuai dengan harapan masyarakat. Perpaduan antara faktor intrinsik dan ekstrinsik akan berakumulasi pada diri seseorang dalam melaksanakan sosialisasi.  
2.5  Tujuan Sosialisasi
Ada beberapa tujuan sosialisasi, antara lain:
a.       Memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat.
b.      Memungkinkan lestarinya suatu masyarakat, karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu.
Contohnya, masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dsb. akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada generasi berikutnya.
c.       Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melangsungkan kehidupannya kelak di tengah-tengah masyarakat di mana dia akan menjadi salah satu anggotanya.
d.      Mengembangkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien, serta mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis, dan bercerita. Dengan melakukan komunikasi, berbagai informasi mengenai masyarakat akan diperoleh untuk kelangsungan hidup seseorang sebagai anggota masyarakat.
e.       Mengembangkan kemampuan seseorang mengendalikan fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat. Artinya, dengan sosialisasi seseorang akan dapat memahami hal-hal yang baik dan dianjurkan dalam masyarakat untuk dilakukan. Selain itu juga dapat mengetahui dan memahami hal-hal buruk yang sebaiknya dihindari dan tidak dilakukan.
f.       Menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat.
g.      Untuk menanamkan apresiasi atau cita-cita.
Dalam sosialisasi masyarakat dapat memindahkan nilai-nilai budaya umum yang menentukan cara hidup warga masyarakat, dan juga memindahkan cita-cita hidup. Contoh, masyarakat agraris mampu memberi motivasi generasinya untuk menjadi pakar pertanian, masyarakat yang ekonominya dibangun dengan teknologi maju harus mampu memotivasi sebagian anggotanya agar bercita-cita menjadi ilmuwan dan pakar teknologi, masyarakat yang religius atau organisasi keagamaan harus mendorong umatnya agar ada yang bercita-cita menjadi ustadz, pastor dan pendeta.
2.6  Syarat Sosialisasi
Agar tujuan sosialisasi dapat tercapai maka syaratnya antara lain,
a.      Warisan dan Kematangan Biologi
Kelebihan manusia adalah adanya potensi untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya. Warisan biologis yang merupakan kekuatan manusia, memungkinkan dia melakukan adaptasi pada berbagai macam bentuk lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan manusia bisa memahami masyarakat yang senantiasa berubah, sehingga dia mampu berfungsi di dalamnya, menilainya, serta memodifikasikannya. Namun tidak semua manusia mempunyai warisan biologis yang baik, sebab ada pula warisan biologis yang bisa menghambat proses sosialisasi. Manusia yang dilahirkan dengan cacat pada otaknya atau organ tubuh lainnya (buta, tuli/bisu, dsb.) akan mengalami kesulitan dalam proses sosialisasi.
Proses sosialisasi juga dipengaruhi oleh kematangan biologis (biological maturation), yang umumnya berkembang seirama dengan usia biologis manusia itu sendiri. Misalnya, bayi yang usianya empat minggu cenderung memerlukan kontak fisik, seperti ciuman, sentuhan, pelukan. Begitu usianya enam belas minggu maka dia mulai bisa membedakan muka orang lain yang dekat dengan dirinya, dan lalu mulai bisa tersenyum. Pada usia tiga bulan, seorang bayi jangan diminta untuk berjalan atau pun berhitung, berpakaian, dan pekerjaan lainnya. Semua itu akan sia-sia, menghabiskan waktu karena secara biologis, bayi tersebut belum cukup matang. Dengan demikian warisan dan kematangan biologis merupakan syarat pertama yang perlu diperhatikan dalam proses sosialisasi.
b.      Lingkungan yang menunjang.
Sosialisasi juga menuntut adanya lingkungan yang baik. Dengan adanya lingkungan yang baik dari kecil, adanya kontak sosial dari kecil, maka seseorang dapat bersosialisasi sesuai tahapan pada umumnya. Serta seseorang dapat cepat belajar mengenai norma, nilai dan kebiasaan yang berlaku disuatu tempat sehingga seseorang dapat diterima oleh masyarakat setempat.
2.7 Kesulitan Sosialisasi
Proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancar, kesulitan sosialisasi antara lain:
a.      Kesulitan komunikasi
Bila seseorang tidak mengerti apa yang diharapkan padanya atau tidak tahu apa yang diinginkan oleh masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena ia tidak memahami bahasa ataupun isyarat karena keterbatasan tertentu (cacat).
b.      Pola kelakuan yang berbeda-beda.
Lingkungan masyarakat menuntut pola kelakuan yang berbeda-beda. Orang tua mengharapkan anak berlaku jujur, tidak boleh merokok, dsb. Namun di sekolah bergaul dengan teman-teman yang mengharuskan untuk mencontek, merokok, dsb, jika ia tidak ikut dengan teman-temannya, ia akan dikucilkan. Hal seperti ini yang membuat seseorang sulit bersosialisasi dengan benar.
c.       Perubahan akibat modernisasi, urbanisasi.
Perbedaan kehidupan di desa dan di kota sangatlah besar. Ikatan kekeluargaan di desa jauh lebih erat daripada ikatan kekeluargaan di kota. Semua anggota masyarakat desa saling mengenal. Norma-norma kelakuan jelas dipahami oleh setiap masyarakat sehingga sukar untuk dilakukan pelanggaran sosial.
Jika di kota tidak memiliki norma kelakuan yang sama karena penduduknya yang beraneka ragam, baik asal-usul, bahasa daerah, adat istiadat, pendidikan, pekerjaan, dsb. Maka norma kehidupanpun akan berbeda-beda.
Perubahan masyarakat membawa perubahan norma-norma dan terpecahnya masyarakat dalam berbagai lapis serta menimbulkan norma yang beraneka ragam. Keadaan yang demikian, akan mempersulit proses sosialisasi seseorang sebagai anggota masyarakat. 
2.8 Media Sosialisasi
Proses sosialisasi dapat berlangsung melalui kelompok sosial, seperti keluarga, teman sepermainan dan sekolah, lingkungan kerja, maupun media massa. Adapun media yang dapat menjadi ajang sosialisasi adalah keluarga, sekolah, teman bermain media massa dan lingkungan kerja.
a. Keluarga
Pertama-tama yang dikenal oleh anak-anak adalah ibunya, bapaknya dan saudara-saudaranya. Kebijaksanaan orangtua yang baik dalam proses sosialisasi anak, antara lain :
1. Berusaha dekat dengan anak-anaknya
2. Mengawasi dan mengendalikan secara wajar agar anak tidak merasa tertekan
3. Mendorong agar anak mampu membedakan benar dan salah, baik dan buruk
4. Memberikan keteladanan yang baik
5. Menasihati anak-anak jika melakukan kesalahan-kesalahan dan tidak  
    menjatuhkan hukuman di luar batas kejawaran.
6. Menanamkan nilai-nilai religi baik dengan mempelajari agama maupun
    menerapkan ibadah dalam keluarga.
Pola Sosialisasi Keluarga
            Dalam lingkunga keluarga ada 2 macam pola sosialisasi yaitu:
1. Sosialisasi Represif
Yaitu pola sosialisasi yang mengutamakan adanya ketaatan anak kepada orang tua. Dalam bentuk ini, lebih mengutamakan adanya kepatuhan anak kepada orang tua sehingga komunikasi bersifat satu arah, yaitu terletak pada keinginan orang tua saja.
Ciri-ciri sosialisasi represif :
a) menghukum perilaku yang keliru
b) hukuman dan imbalan material
c) kepatuhan anak kepada orang tua
d) komunikasi sebagai perintah
e) komunikasi non verbal (tanpa bahasa, simbol/tanpa bahasa)
f) sosialisasi berpusat pada orang tua
g) anak memperhatikan harapan orang tua
h) dalam keluarga biasanya didominasi orang tua (ayah)
contoh : apabila orang tua melakukan hukuman fisik kepada anak yang tidak menaati perintahnya, sehingga anak menderita cacat.
Sifat oarang tua yang otoriter akan menghambat pembentukan pribadi anak, sehingga akan menimbulkan sebagai berikut:
1. Proses kedewasaan anak menjadi sulit
2. Anak tidak dapat membentuk sikap mandiri dalam bertindak sesuai dengan
    peranannya
3. Sesudah dewasa, anak tidak berani mengembangkan diri, tidak dapat
    mengambil sebuah keputusan dan akan selalu bergantung kepada orang lain.
4. Akan menimbulkan konflik dalam diri anak.
2. Sosialisasi Partisipasi
Yaitu bentuk sosialisasi yang mengutamakan partisipasi anak. Dalam bentuk ini, lebih menekankan adanya interaksi anak yang menjadi pusat sosialisasi dan kebutuhannya.
Ciri-ciri sosialisasi partisipasi:
a) memberikan imbalan bagi perilaku yang baik
b) hukuman dan imbalan simbolis
c) otonomi anak
d) komunikasi sebagai interaksi
e) komunikasi verbal
f) sosialisasi berpusat pada anak
g) orang tua memperatikan keinginan anak
h) dalam keluarga biasanya mempunyai tujuan yang sama
b. Lembaga pendidikan formal (Sekolah)
Sekolah dengan lembaga yang melaksanakan sistem pendidikan formal merupakan agen sosialisasi yang akan kita bahas selanjutnya. Di sekolah seorang anak akan belajar mengenai hal-hal baru yang tidak ia dapatkan di lingkungan keluarga maupun teman sepermainannya. Selain itu juga belajar mengenai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat sekolah, seperti tidak boleh terlambat waktu masuk sekolah, harus mengerjakan tugas atau PR, dan lain-lain. Sekolah juga menuntut kemandirian dan tanggung jawab pribadi seorang anak dalam mengerjakan tugas-tugasnya tanpa bantuan orang tuanya.
Hal itu sejalan dengan pendapat Dreeben yang mengatakan bahwa dalam lembaga pendidikan sekolah (pendidikan formal) seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), dan kekhasan (specificity) .
Adapun fungsi pendidikan sekolah sebagai salah satu media sosialisasi, antara lain sebagai berikut.
1) Mengembangkan potensi anak untuk mengenal kemampuan dan
     bakatnya.
2) Melestarikan kebudayaan dengan cara mewariskannya dari satu
     generasi ke generasi berikutnya.
3) Merangsang partisipasi demokrasi melalui pengajaran keterampilan
    berbicara dan mengembangkan kemampuan berpikir secara rasional dan  
    bebas.
4) Memperkaya kehidupan dengan menciptakan cakrawala intelektual dan
    cita rasa keindahan kepada para siswa serta meningkatkan kemampuan
    menyesuaikan diri melalui bimbingan dan penyuluhan.
5) Meningkatkan taraf kesehatan melalui pendidikan olahraga dan
    kesehatan.
6) Menciptakan warga negara yang mencintai tanah air, serta menunjang
    integritas antarsuku dan antarbudaya.
7) Mengadakan hiburan umum (pertandingan olahraga atau pertunjukan
     kesenian).
c. Teman sepermainan (Kelompok sebaya)
Media sosialisasi berikutnya adalah teman sepermainan. Proses sosialisasi ini berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga. Seorang anak belajar berinteraksi dengan orang-orang yang sebaya dengan dirinya. Pada tahap ini anak mempelajari aturan-aturan yang mengatur orang-orang yang kedudukannya sejajar. Dalam kelompok teman sepermainan, anak mulai mempelajari nilai-nilai keadilan.
Semakin meningkat umur anak, semakin penting pula pengaruh kelompok teman sepermainan. Kadang-kadang dapat terjadi konflik antara norma yang didapatkan dari keluarga dengan norma yang diterimanya dalam pergaulan dengan teman sepermainan. Terutama pada masyarakat yang berkembang dengan amat dinamis, hal itu dapat menjurus pada tindakan yang bertentangan dengan moral masyarakat umum.
Pada usia remaja, kelompok sepermainan itu berkembang menjadi kelompok persahabatan yang lebih luas. Perkembangan itu antara lain disebabkan oleh remaja yang bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Akan tetapi, perlu diwaspadai pengaruh-pengaruh yang akan muncul ketika remaja mulai bergaul dengan sebayanya, karena pada tahap ini, tingkat kerawanan terhadap hal-hal yang cenderung ke arah negatif sangat tinggi. Mudah sekali, si remaja terpengaruh apabila basis sosialisasi keluarga yang pernah dialami sangat lemah. Sehingga, dengan kata lain, sebelum anak mulai masuk ke dalam lingkungan sebayanya, sosialisasi primer yang berlangsung dalam keluarga hendaknya diperkuat secara nyata.
d. Lingkungan Kerja
Di lingkungan kerja, seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja, pimpinan, dan relasi bisnis. Dalam melakukan interaksi di lingkungan kerja, setiap orang harus menjalankan peranan sesuai dengan kedudukannya. Misalnya, sebagai seorang pemimpin, ia menjalankan peranannya untuk mengelola atau mengarahkan para karyawannya, sedangkan sebagai pekerja ia melaksanakan perintah pemimpin dan tugas sesuai dengan kedudukannya.
Nilai dan norma pergaulan sehari-hari tidak dapat diterapkan pada lingkungan kerja karena posisi atau jabatan seseorang sangat mempengaruhi hubungan yang harus dijalankannya. Seorang pemimpin suatu perusahaan walaupun umurnya lebih muda tetap harus dipatuhi dan dihormati oleh bawahannya yang mungkin umurnya lebih tua. Jadi, lingkungan kerja telah melahirkan peranan seseorang sesuai dengan jabatan atau kedudukannya yang mempengaruhi tindakannya sebagai anggota masyarakat.
Pengaruh lingkungan kerja terhadap pola pendidikan anak
Dalam sebuah keluarga apabila suami dan istri bekerja ditempat yang pola kehidupannnya bertentangan, akan membentuk kepribadian yang bertentangan pula. Hal ini akan berpengaruh terhadap pola pendidikan anak. Anak menjadi kebingungan dalam memilih pola pendidikan yang harus diikutinya pola ayah ataulah pola ibu? Sebagai orangtua yang bijaksana seharusnya suami dan istri melakukan penyesuaian-penyesuaian demi keserasian pola pendidikan anak.
Meskipun mempunyai karier yang tinggi dilingkungan kerja namun di dalam keluarga tidak terdapat keserasian dan kedamaian, hal ini tidak akan bermanfaat. Oleh karena itu, dilingkungan kerja tertentu seeorang harus lebih banyak berfikir mengenai akibat-akibatnya, terutama bagi keluarga dan khususnya bagi pendidikan anaknya.
e.  Media Massa
Media massa seperti media cetak, (surat kabar, majalah, tabloid) maupun media elektronik (televisi, radio, film dan video). Besarnya pengaruh media massa sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronik ( seperti televisi) dapat mengarahkan masyarakat kearah perilaku :
·         Pro sosial ( sesuai dengan norma-norma masyarakat), atau
·         Anti sosial ( bertentangan dengan norma-norma masyarakat)
a.       Dampak positif media elektronik (TV) terhadap sosialisasi dan kepribadian anak merangsang interaksi, experiment pertumbuhan mental dan sosial, memotivasi untuk berprestasi, memperluas cakrawala pengetahuan.
b.      Dampak negatif media elektronik (TV) terhadap sosialisasi dan kepribadian anak
1.      Penayangan laporan perang yang berkesinambungan dan film yang menonjolkan kekerasan, mendorong perilaku agresif pada anak.
2.      Penayangan adegan porno mendorong terjadinya perubahan moral dan peningkatan pelanggaran susila dalam masyarakat.
3.      Penayangan iklan-iklan berpotensi mengubah pola konsumsi atau gaya hidup masyarakat.
4.      Penayangan acara televisi yang tidak sesuai dengan waktunya, mendorong anak malas belajar.
c.       Langkah untuk mengatasi dampak negatif media elektronik (TV)
1.      Orangtua hendaknya memperhatikan dan ikut serta memberikan penjelasan terghadap keinginan anak-anak, apabila ingin melihat acara televise yang kurang layak ditonton.
2.      Mengatur waktu belajar anak.
 


BAB III
PENUTUP

1). Proses sosialisasi adalah:
a. Sosialisasi ditempuh melalui proses belajar
b. Sosialisasi erat kaitannya dengan enkulturasi atau pembudayaan, yaitu  
suatu proses belajar seorang individu untuk belajar mengenal, menghayati dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap nilai-nilai norma yang ada dalam lingkungan masyarakatnya
a.       Sosialisasi ditempuh seorang individu secara bertahap-tahap berkesinambungan sejak ia dilahirkan hingga akhir hayatnya.
2).Tujuan sosialisasi adalah:
a. Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
melangsungkan kehidupan seseorang kelak di tengah-tengah masyarakat tempat ia menjadi salah satu anggotanya.
 b. Menambah kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien serta
mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan bercerita.
       c.  Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui
latihan mawas diri yang tepat.
d. Membiasakan individu dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada
     pada masyarakat.
3).Proses sosialisasi di lingkungan masyarakat memiliki dua fungsi utama sebagai berikut.
a. Dilihat dari kepentingan individu, sosialisasi bertujuan agar individu bisa
    mengenal, mengakui dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai, norma-
    norma, dan struktur sosial yang ada di dalam masyarakat.
b. Dilihat dari kepentingan masyarakat, sosialisasi berfungsi sebagai alat      
pelestarian, penyebarluasan, dan pewarisan nilai-nilai serta norma-norma yang ada dalam masyarakat, supaya tetap ada dan terpelihara oleh seluruh anggota masyarakat.
4). Tahap-tahap sosialisasi ada 3 yaitu:
a. Masa anak-anak. Tahapan ini disebut Play Stage (Tahapan Meniru).
b. Masa remaja. Tahapan ini disebut Game Stage (Tahap Siap Bertindak).
c. Masa dewasa. Tahapan ini disebut Generalized Other (Tahap Penerimaan
    Norma Kolektif).
5). Menurut F.G. Robins, terdapat lima faktor yang memengaruhi perkembangan
     kepribadian manusia sebagai hasil sosialisasi. Faktor-faktor tersebut antara   
     lain:
a. sifat dasar,
b. lingkungan prenatal,
c. perbedaan perorangan,
d. lingkungan, dan
e. motivasi.
6). Fuller dan Jacobs mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama yaitu
      pihak-pihak yang melaksanakan proses sosiologi utama. Keempat agen atau 
      media sosialisasi tersebut adalah keluarga, kelompok sebaya, sekolah dan
      media massa.
7). Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
     sosialisasi primer dan sekunder.
8). Sosialisasi memilki dua tipe dan dua pola. Tipe sosialisasi ada dua yaitu formal
     dan informal. Sedangkan pola sosialisasi ada dua yaitu Sosialisasi Represif
     (Repressive Socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap  
      kesalahan dan yang kedua adalah Sosialisasi Partisipatif (Participatory
      socialization) merupakan pola dimana anak diberi imbalan ketika berperilaku
      baik.
9). Kepribadian adalah kecenderungan psikologik seseorang untuk melakukan
      tingkah pekerti sosial tertentu, baik tingkah pekerti yang bersifat tertutup
(seperti berperasaan, berkehendak,perpikir,dan bersikap), maupun tingkah pekerti yang terbuka (yang di dalam istilah sehari-hari kita namakan perbuatan). Jadi dapat kita simpulkan kepribadian itu tidak lain adalah integrasi dan keseluruhan kecenderungan seseorang untuk berperasaan, berkehendak, berpikir,bersikap, dan berbuat menurut pola tingkah pekerti tertentu.
3.2 Saran
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Daftar Pustaka

S.Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi aksara


I’d.wikipedia.org/wiki/sosialisasi


http://alfinnitihardjo.ohlog.com/sosialisasi.oh112677.html


0 comments:

Post a Comment